Wednesday 22 February 2012
Wednesday 18 January 2012
Surat dari Pejuang Hamas untuk Indonesia
Untuk saudaraku di Indonesia.. Mengapa saya memilih mengirim surat
ini untuk kalian di Indonesia ? Namun jika kalian tetap bertanya
kepadaku, Mungkin satu-satunya jawaban yang saya miliki adalah karena
negeri kalian berpenduduk muslim terbanyak di atas bumi ini, bukan demikian saudaraku?
Saat saya menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam, ketika pulang dari melempar jumrah, saya sempat berkenalan dengan salah seorang aktivis dakwah dari jama'ah haji asal Indonesia, dia mengatakan kepadaku, setiap tahun musim haji ada sekitar 205 ribu jama'ah haji berasal dari Indonesia datang ke Baitullah ini. Wah, sungguh jumlah angka yang sangat fantastis dan membuat saya berdecak kagum. Lalu saya mengatakan kepadanya, saudaraku, jika jumlah jama'ah haji asal Gaza sejak tahun 1987 sampai sekarang digabung, itu belum bisa menyamai jumlah jama'ah haji dari negara kalian dalamsatu musim haji saja. Padahal jarak tempat kami ke Baitullah lebih dekat dibanding kalian. Wah pasti uang kalian sangat banyak, apalagi menurut sahabatku itu ada 5% dari rombongan tersebut yang menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, Subhanallah.
Wahai saudaraku di Indonesia,..
Pernah saya berkhayal dalam hati, kenapa kami tidak dilahirkan di negeri kalian saja. Pasti sangat indah dan mengagumkan. Negeri kalian aman, kaya, dan subur, setidaknya itu yang saya ketahui tentang negeri kalian. Pasti ibu-ibu disana amat mudah menyusui bayi-bayinya, susu formula bayi pasti dengan mudah kalian dapatkan di toko-toko dan para wanita hamil kalian mungkin dengan mudah bersalin di rumah sakit yang mereka inginkan. Ini yang membuatku iri kepadamu saudaraku, tidak seperti di negeri kami ini. Tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulance yang akan mengantarkan istri kami melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap alatnya di daerah Rafah. Sehingga istri kami terpaksa melahirkan di atas mobil, saudaraku.!
Pernah saya berkhayal dalam hati, kenapa kami tidak dilahirkan di negeri kalian saja. Pasti sangat indah dan mengagumkan. Negeri kalian aman, kaya, dan subur, setidaknya itu yang saya ketahui tentang negeri kalian. Pasti ibu-ibu disana amat mudah menyusui bayi-bayinya, susu formula bayi pasti dengan mudah kalian dapatkan di toko-toko dan para wanita hamil kalian mungkin dengan mudah bersalin di rumah sakit yang mereka inginkan. Ini yang membuatku iri kepadamu saudaraku, tidak seperti di negeri kami ini. Tidak jarang tentara Israel menahan mobil ambulance yang akan mengantarkan istri kami melahirkan di rumah sakit yang lebih lengkap alatnya di daerah Rafah. Sehingga istri kami terpaksa melahirkan di atas mobil, saudaraku.!
Susu formula bayi adalah barang langka di Gaza sejak kami diblokade 2 tahun yang lalu, namun istri kami tetap menyusui bayi-bayinya dan menyapihnya hingga 2 tahun lamanya, walau terkadang untuk memperlancar Asi mereka, istri kami rela minum air rendaman gandum. Namun, mengapa di negeri kalian katanya tidak sedikit kasus pembuangan bayi yang tidak jelas siapa ayah dan ibunya. Terkadang ditemukan mati di parit-parit, selokan, dan tempat sampah. Itu yang kami dapat dari informasi di televisi. Dan
yang membuat saya terkejut dan merinding, ternyata negeri kalian adalah
negeri yang tertinggi kasus aborsinya untuk wilayah Asia.
Astaghfirullah. Ada apa dengan kalian? Apakah karena di negeri kalian tidak ada konflik bersenjata seperti kami disini, sehingga orang bisa melakukan hal hina seperti itu? Sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa. Memang hampir setiap hari di Gaza sejak penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati. Namun, bukanlah di selokan-selokan atau got-got apalagi di tempat sampah. Mereka mati syahid saudaraku! Mati syahid karena serangan roket Israel! Kami temukan mereka tak bernyawa lagi di pangkuan ibunya, di bawah puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan Zionis Israel. Saudaraku, bagi kami nilai seorang bayi adalah aset perjuangan kami terhadap penjajah Yahudi.
Mereka adalah mata rantai yang akan menyambung perjuangan kami memerdekakan negeri ini. Perlu kalian ketahui, sejak serangan Israel tanggal 27 Desember 2009 kemarin, saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400 orang, 600 di antaranya adalah anak-anak kami, namun sejak penyerangan itu pula sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru di jalur Gaza, dan Subhanallah kebanyakan mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang kembar, Allahu Akbar!
Astaghfirullah. Ada apa dengan kalian? Apakah karena di negeri kalian tidak ada konflik bersenjata seperti kami disini, sehingga orang bisa melakukan hal hina seperti itu? Sepertinya kalian belum menghargai arti sebuah nyawa. Memang hampir setiap hari di Gaza sejak penyerangan Israel, kami menyaksikan bayi-bayi kami mati. Namun, bukanlah di selokan-selokan atau got-got apalagi di tempat sampah. Mereka mati syahid saudaraku! Mati syahid karena serangan roket Israel! Kami temukan mereka tak bernyawa lagi di pangkuan ibunya, di bawah puing-puing bangunan rumah kami yang hancur oleh serangan Zionis Israel. Saudaraku, bagi kami nilai seorang bayi adalah aset perjuangan kami terhadap penjajah Yahudi.
Mereka adalah mata rantai yang akan menyambung perjuangan kami memerdekakan negeri ini. Perlu kalian ketahui, sejak serangan Israel tanggal 27 Desember 2009 kemarin, saudara-saudara kami yang syahid sampai 1400 orang, 600 di antaranya adalah anak-anak kami, namun sejak penyerangan itu pula sampai hari ini, kami menyambut lahirnya 3000 bayi baru di jalur Gaza, dan Subhanallah kebanyakan mereka adalah anak laki-laki dan banyak yang kembar, Allahu Akbar!
Monday 26 December 2011
Nasihat Pribadi
Desember
26, 2011 disaat suhu kamar berada diangka 31 derajat, wuuiiihh.. satu persatu
keringat bercucuran. Sebenarnya suasana diluar sedang hujan, tapi dari tadi
suhu di dalam kamar tidak mau beranjak dari angka 31, mungkin ini biasa terjadi
ketika hendak atau sedang turun hujan lebat, Insya Allah akan saya tanyakan
fenomena ini kepada doctor di bidang fisika, doakan saja saya tidak ditawarkan
untuk membuat algoritma hujan, haha..
Baiklah,
daripada kita bicarakan hal yang sangat sensitive bagi mahasiswa tingkat akhir,
mari kita santai sejenak untuk berbagi inspirasi untuk dunia yang makin
sensasional. Hari ini masyarakat aceh ramai yang menggunakan pakaian serba
putih dan berduyun-duyun berkumpul di lapangan golf lampu’uk kawasan Aceh
Besar, karena tepat 7 tahun lalu Tsunami menyapa dunia dengan kelembutannya. Peringatan
kali ini dipusatkan di kawasan tersebut walaupun di bebrapa tempat lainnya
banyak juga warga yang melakukan zikir akbar, kanduri rakyat atau doa bersama
di mesjid dan tempat yang memungkinkan lainnya. Saya sebagai warga yang taat
dan patuh kepada orang tua, juga ikut-ikutan dalam memuja Allah bersama puluhan
warga lainnya di salah satu mesjid di kawasan banda Aceh.
Namun
ada beberapa hal yang ingin saya utarakan mengenai ceremonial yang kerap kita
lakukan menyangkut suatu kebajikan. Kita sering kali terpaku dan terikat pada
waktu, tempat dan situasi, seperti halnya peringatan Tsunami yang dihiasi
dengan zikir, doa bersama dan kenduri (makan-makan), seolah-olah pada saat
tersebutlah doa kita paling dikabulkan, seakan-akan hanya pada saat itulah
zikir kita khusuk masyuk bertetesan air mata, dan seperti hanya pada saat
itulah kenduri (makan-makan) harus diadakan, mungkin soal kenduri saya setuju,
karena harga sembako dan barang lainnya pada saat ini begitu melonjak, jadi
wajar kalau kenduri di buat setahun sekali.
Tapi
dalam hal zikir dan doa kita membuat tanggal khusus untuk itu, yang di tanggal
tersebutlah kita berlaku layaknya muslim sejati, dan menjadi pudar kapasitas
muslim tersebut di lain hari. Apakah di hari lain kita tak boleh berzikir, apakah
tetesan air mata tidak bisa berjatuhan di hari lain? Atau kekhusyukan tidak
bisa datang di hari lain? Kita seakan mengkotak-kotakkan ibadah, dan
menempelnya pada tanggal tertentu serta situasi khusus. Wajarlah kita berlaku
bak muslim musiman, ketika musim duren bau nya keren, ketika musim duku
perilakunya kaku, nah ketika musim langsat kita malah….. Astaghfirullah. Selayaknya
sebagai muslim yang taat dimanapun dan kapanpun kita berusaha untuk
mengalokasikan waktu khusus untuk berzikir dan berdoa (bukan setahun sekali),
tidak harus pada saat peringatan tsunami baru kita melakukan refleksi, pada
saat lebaran kita maaf-maafan, pada saat hijrah baru baca sirah, atau pada hari
ibu kita baru teringat akan orang tua, sehingga status fesbuk, twitter pun ikut
ikutan meriah. Pun janganlah kita terlalu phobia akan ritual ini sehingga
terlalu ekstrim menentang kegiatan kebajikan ini. Insya Allah kegiatan tersebut
bermanfaat dan bernilai ibadah asalkan sesuai syariat Allah dan tuntunan
Rasulullah. Saya termasuk orang yang juga ikut berzikir, berdoa dalam
peringatan kali ini, dan Alhamdulillah Allah menambah nikmatnya, karena setelah
zikir rupanya ada kanduri besar-besaran di mesjid tersebut, tancap bro..
Alhamdulillah.
Thursday 1 December 2011
Jangan halangi Aku membela Rasulullah
dakwatuna.com – Hari itu Nasibah tengah berada di
dapur. Suaminya, Said tengah beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba
terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nasibah
menebak, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan
memuncak di sekitar Gunung Uhud.
Dengan bergegas, Nasibah
meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke kamar. Suaminya
yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. “Suamiku
tersayang,” Nasibah berkata, “aku mendengar suara aneh menuju Uhud.
Barang kali orang-orang kafir telah menyerang.”
Said yang masih
belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang
mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan
mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nasibah
menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.
“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”
Said
memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu,
tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan
sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda
menuju utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang
sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan
tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian
Said saja.
Di rumah, Nasibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya,
Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda,
memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba
muncul seorang pengendara kuda yang nampaknya sangat gugup.
“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau syahid…”
Nasibah tertunduk sebentar, “Inna lillah…..” gumamnya, “Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.”
Setelah
pemberi kabar itu meninggalkan tempat itu, Nasibah memanggil Amar. Ia
tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan, “Amar, kaulihat Ibu
menangis? Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku
sedih karena tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang
Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”
Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.
“Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terbasmi.”
Mata
amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak
dari tadi. Aku was-was seandainya Ibu tidak memberi kesempatan kepadaku
untuk membela agama Allah.”
Putra Nasibah yang berbadan kurus itu
pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak tampak
ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Di depan Rasulullah, ia
memperkenalkan diri. “Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk
menggantikan ayah yang telah gugur.”
Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….”
Thursday 10 November 2011
Ayah...
Ini adalah salah satu penggalan
cerita dari pemateri luar biasa pada saat pelatihan Forum Indonesia Muda (FIM)
angkatan 11. Cerita ini sangat menggugah serta mengundang isak tangis para
pendengar saat itu, padahal sebelumnya semua pendengar fokus dan tidak menerka
ending dari kisah tersebut sangat menyentuh hati yang paling dalam, sehingga
meledaklah ekspresi dan mengalirlah air mata. Sengaja saya tuliskan disini agar
selalu terpatri di dalam sanubari dan tausiah diri, semoga pembaca dapat
mengambil hikmahnya serta menjadikan catatan pribadi dan kalau boleh di sebar
ke berbagai insan lainnya. Semoga bermanfaat.
Suatu sore yang kering dan hening
seorang pimpinan perusahaan terkenal merasakan suasana
hatinya yang begitu hambar. Tak tahu apa yang dikerjakan agar suasana hatinya
berubah. Dan ia mulai menerka apakah ini yang dimaksud dengan kekerasan hati,
kekosongan jiwa serta mati rasa, padahal ia dulu berada pada ekonomi yang
sangat rendah, di posisi yang di olok-olokan oleh sekitarnya. Dan sekarang ia
kaya-raya dengan mobil beserta penjaga dan rumah yang nyaman dan ia mulai
merenung.
Memang dulu ia seorang Office Boy
yang mengantarkan minuman, makanan serta keperluan lainnya kepada pegawai di
kantor tersebut. Bekerja bak pembantu diperusahaan tersebut tak membuat
semangatnya untuk terus belajar dan mengambil manfaat dari setiap kegiatan yang
dilaluinya, mulailah pemuda yang hanya lulus SMA ini beraksi. Jika ada seminar
atau pelatihan yang diadakan di perusahaan tersebut ia berdiri di samping pintu
masuk dan mencuri-curi dengar terhadap materi yang diberikan dan mencatatnya,
ketika pintu terbuka maka dengan sigap ia menoleh dan mendengar dengan lebih
jelas hingga pada saat bossnya melihat ia dipersilahkan masuk dan duduk manis di
kursi paling akhir.
Tak cukup dengan itu, jika ada
kesempatan disela-sela kerja sebagai OB, ia melihat kepada karyawan yang
pekerjaannya paling banyak dan mendekati karyawan tersebut seraya berkata “apa
yang bisa saya bantu..??” spontan sang karyawan terkejut dan memberikan
sebagian tugasnya kepada pemuda tersebut.
Sunday 25 September 2011
Perjalanan Rasulullah SAW ke Surga Bersama Dua Tamunya
Di suatu pagi hari, Rasulullah SAW
bercerita kepada para sahabatnya, bahwa semalam beliau didatangi dua
orang tamu. Dua tamu itu mengajak Rasulullah untuk pergi ke suatu
negeri, dan Rasul menerima ajakan mereka. Akhirnya mereka pun pergi
bertiga.
Ketika dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang yang
tengah berbaring. Tiba-tiba di dekat kepala orang itu ada orang lain
yang berdiri dengan membawa sebongkah batu besar. Orang yang membawa
batu besar itu dengan serta merta melemparkan batu tadi ke atas kepala
orang yang sedang berbaring, maka remuklah kepalanya dan
menggelindinglah batu yang dilempar tadi. Kemudian orang yang melempar
batu itu berusaha memungut kembali batu tersebut. Tapi dia tidak bisa
meraihnya hingga kepala yang remuk tadi kembali utuh seperti semula.
Setelah batu dapat diraihnya, orang itu kembali melemparkan batu
tersebut ke orang yang sedang berbaring tadi, begitu seterusnya ia
melakukan hal yang serupa seperti semula.
Melihat kejadian itu, Rasulullah bertanya kepada dua orang tamu yang mengajaknya, “Maha Suci Allah, apa ini?”
“Sudahlah, lanjutkan perjalanan!” jawab keduanya.
Maka
mereka pun pergi melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan, mereka
mendatangi seseorang lagi. Orang tersebut sedang terlentang dan di
sebelahnya ada orang lain yang berdiri dengan membawa gergaji dari besi.
Tiba-tiba digergajinya salah satu sisi wajah orang yang sedang
terlentang itu hingga mulut, tenggorokan, mata, sampai tengkuknya.
Kemudian si penggergaji pindah ke sisi yang lain dan melakukan hal yang
sama pada sisi muka yang pertama. Orang yang menggergaji ini tidak akan
pindah ke sisi wajah lainnya hingga sisi wajah si terlentang tersebut
sudah kembali seperti sediakala. Jika dia pindah ke sisi wajah lainnya,
dia akan menggergaji wajah si terletang itu seperti semula. Begitu
seterusnya dia melakukan hal tersebut berulang-ulang.
Rasulullah pun bertanya, “Subhanallah, apa pula ini?”
Kedua tamunya menjawab, “Sudah, menjauhlah!”
Maka
mereka pun kembali melanjutkan perjalanan. Selanjutnya mereka
mendatangi sesuatu seperti sebuah tungku api, atasnya sempit sedangkan
bagian bawahnya besar, dan menyala-nyala api dari bawahnya. Di dalamnya
penuh dengan jeritan dan suara-suara hiruk pikuk. Mereka pun
melongoknya, ternyata di dalamnya terdapat para lelaki dan wanita dalam
keadaan telanjang. Dan dari bawah ada luapan api yang melalap tubuh
mereka. Jika api membumbung tinggi mereka pun naik ke atas, dan jika api
meredup mereka kembali ke bawah. Jika api datang melalap, maka mereka
pun terpanggang.
Rasulullah kembali bertanya, “Siapa mereka?”
Kedua tamunya menjawab, “Menjauhlah, menjauhlah!”
Akhirnya
mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka mendatangi
sebuah sungai, sungai yang merah bagai darah. Ternyata di dalam sungai
tadi ada seseorang yang sedang berenang, sedangkan di tepi sungainya
telah berdiri seseorang yang telah mengumpulkan bebatuan banyak sekali.
Setiap kali orang yang berenang itu hendak berhenti dan ingin keluar
dari sungai, maka orang yang ditepi sungai mendatangi orang yang
berenang itu dan menjejali mulutnya sampai ia pun berenang kembali.
Setiap kali si perenang kembali mau berhenti, orang yang di tepi sungai
kembali menjejali mulut si perenang dengan bebatuan hingga dia kembali
ke tengah sungai.
Rasulullah pun bertanya, “Apa yang dilakukan orang ini?!”
“Menjauhlah, menjauhlah!” jawab kedua tamunya.
Maka
mereka pun melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan kali ini, mereka
mendapatkan seseorang yang amat buruk penampilannya, sejelek-jeleknya
orang yang pernah kita lihat penampilannya, dan di dekatnya terdapat
api. Orang tersebut mengobarkan api itu dan mengelilinginya.
“Apa ini?!” tanya Rasulullah
“Menjauhlah, menjauhlah!” jawab kedua tamunya.
Saturday 24 September 2011
Dialog Allah SWT dan Malaikat tentang Orang-Orang yang Berdzikir dan Berdoa
dakwatuna.com – Suatu hari, Rasulullah menyampaikan
berita kepada sahabat tentang adanya malaikat yang selalu berkeliling di
jalan-jalan, berkeliling di muka bumi, untuk mencari orang yang selalu
berdzikir, mencari majelis-majelis yang berdzikir. Jika malaikat itu
menemukan apa yang dicari, maka dia akan berseru kepada malaikat
lainnya, “Kemarilah, inilah hajat kalian!”
Lalu para malaikat itu
mengelilingi kaum yang sedang berdzikir tersebut, ikut duduk bersama
mereka, dengan membentangkan sayap-sayap mereka sampai ke atas langit
dunia. Jika orang-orang yang berdzikir tadi selesai melakukan dzikirnya,
para malaikat naik ke langit. Pada saat itu Rabb bertanya kepada
malaikat – dan Dia Lebih Mengetahui – :
“Apa yang dikatakan hamba-hamba-Ku?”
“Mereka bertasbih kepada-Mu, bertakbir, bertahmid, dan mengagungkan-Mu” jawab para malaikat.
“Apakah mereka melihat-Ku?” Allah SWT bertanya lagi.
Malaikat: “Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu!”
Allah SWT: “Apa yang mereka minta?”
Malaikat: “Mereka meminta Surga kepada-Mu.”
Allah SWT: “Apakah mereka pernah melihatnya?”
Malaikat: “Tidak wahai Rabb, mereka belum pernah melihatnya!”
Allah SWT: “Lantas bagaimana jika mereka melihatnya?”
Malaikat:
“Andaikan mereka melihatnya, niscaya mereka akan lebih sangat
mendambakannya, lebih sangat menginginkannya, dan lebih senang
kepadanya!”
Allah SWT: “Lalu dari apa mereka meminta perlindungan?”
Malaikat: “Mereka meminta perlindungan dari Neraka.”
Allah SWT: “Apakah mereka pernah melihatnya?”
Malaikat: “Tidak, demi Allah, mereka belum pernah melihatnya.”
Allah SWT: “Bagaimana seandainya mereka melihatnya?”
Malaikat: “Seandainya mereka pernah melihatnya, tentu mereka lebih menjauh daripadanya dan lebih takut daripadanya.”
Lalu Allah SWT berfirman, “Saksikanlah oleh kalian bahwa Aku telah mengampuni untuk mereka.”
Salah
satu dari malaikat pun berkata, “Wahai Rabb, di tengah-tengah mereka
ada seseorang yang bukan dari golongan mereka. Orang itu datang untuk
suatu kepentingan (bukan untuk berdzikir)!”
Allah SWT menanggapinya, “Mereka itu adalah kelompok orang yang tidak akan celaka, siapa pun yang ikut duduk dengan mereka!” []
___
Maraji’: Hadits Riwayat Bukhari – Muslim. Diriwayatkan juga dari Abu Hurairah.
Misteri Jodoh: Penantian Puluhan Tahun Seorang Gadis
dakwatuna.com - Shalat Jum’at baru saja usai
ditunaikan. Pak Yunus seperti biasa masih berada dalam masjid bersama
beberapa bapak yang lain. Tiba-tiba, baru saja selesai berdzikir, Pak
Daud menghampiri Pak Yunus: menepuk pundak Pak Yunus lantas berjabat
tangan. Ya, Pak Yunus dan Pak Daud sudah berteman sejak lama semenjak
dipertemukan dalam satu pengajian.
“Gimana kabarnya Pak?” sapa Pak Daud.
“Alhamdulillah baik. Bapak sendiri gimana?” balas Pak Yunus.
“Alhamdulillah..
(terdiam sebentar). Ngomong-ngomong, masih sendirian aja nih Pak?” Pak
Daud melempar pertanyaan gurauan yang selama ini sering diajukannya.
Pak Yunus hanya tersenyum seperti biasanya jika ditanya hal itu.
Semenjak
istri Pak Yunus meninggal dunia beberapa tahun lalu, Pak Yunus
menjalani hari-harinya tanpa pendamping. Usianya yang sudah kepala 6
pula yang sepertinya menjadi salah satu keputusan untuk tak ingin
menikah lagi. Ketiga anaknya yang telah berkeluarga membuat Pak Yunus
semakin kesepian. Ya, sebagai seorang laki-laki, terkadang perasaan
membutuhkan seorang pendamping di hari tua, juga dialami oleh Pak Yunus.
Banyak teman di sekitar Pak Yunus yang menyarankan untuk menikah lagi, termasuk Pak Daud.
***
1 Syawal 1430 H
“Hei,
saudara-saudara, Tasya mau nikah 2011 nanti..”, Mira, menantu Pak Daud,
tiba-tiba berteriak di ruang tengah saat kumpul keluarga besar Pak
Daud.
Spontan, saudara-saudara yang lain langsung bertanya ke yang bersangkutan, Tasya, anak bungsu Pak Daud.
“Bener Sya?”
“Bener ka Tasya?”
Tasya
hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan senyuman, sambil
berkata: “Itu hanya rencana pribadi. Belum tau rencana ALLAH nantinya..”
Di
sisi lain, Tante Yeni hanya terdiam, dan tersenyum yang cukup
dipaksakan. Tante Yeni adalah adik perempuan Pak Daud yang belum juga
bersuami di usianya yang menjelang kepala 5.
Tasya menangkap
semburat yang tidak mengenakkan ketika melihat wajah tante Yeni. Tasya
sadar dan merasakan apa yang tante Yeni rasakan: keponakannya sudah
merencanakan akan menikah, sementara dirinya?? Mungkin hal itulah yang
ada di pikiran tante Yeni, pikir Tasya.
Tante Yeni memang belum
menikah hingga saat ini, yang mungkin seharusnya sudah saatnya mempunyai
anak atau bahkan menimang cucu. Tapi, ya itulah jodoh. Tante Yeni bisa
dibilang belum menemukan jodohnya hingga saat ini.
Apakah karena
masalah kecantikan? Ooohh, tentu tidak! Tante Yeni cukup cantik dengan
kulit putihnya. Apakah karena agamanya? Oooohh, jangan salah, tante Yeni
adalah wanita yang sangat menjaga qiyamullail. Apakah karena hartanya?
Ooohh, tentu saja tante Yeni cukup mandiri untuk menghidupi dirinya
walaupun tanpa pekerjaan tetap, yang penting tetap berpenghasilan.
Apakah karena keturunannya? Ooohh, tante Yeni adalah keturunan
terhormat, dari bapak yang seorang kepala sekolah. Lantas, apa yang
membuatnya hingga saat ini belum juga menikah??
Ya, itulah misteri
jodoh. Kita tak ‘kan pernah tahu kapan datangnya, dan kita tak kan
pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Kita hanya bisa menanti,
berusaha, berdoa dan terus memperbaiki diri.
***
Seperti
Jum’at biasanya, beberapa bapak masih berdzikir di dalam masjid usai
shalat Jum’at, termasuk Pak Yunus dan Pak Daud. Pak Yunus menghampiri
Pak Daud yang sedang berada di pojok masjid.
“Assalamu’alaikum, Pak..” sapa Pak Yunus sambil menjabat tangan Pak Daud.
“Wa’alaikumusalam..” jawab Pak Daud hangat.
Pak Yunus menyampaikan maksudnya; ia ingin menikah lagi dan ingin mencoba berkenalan dengan adik perempuan Pak Daud, tante Yeni.
Pak
Daud dengan senang hati menerima tawaran itu dan mengabarkan hal ini
kepada adiknya, tante Yeni. Tante Yeni pun mengiyakan; hal ini yang
tentunya sangat dinantikan tante Yeni.
Pertemuan pertama pun sudah
diatur oleh Pak Daud. Pak Daud menemani Pak Yunus untuk berkunjung ke
rumah orangtua Pak Daud, yang tak lain dan tak bukan adalah tempat
tinggal tante Yeni. Mereka berbincang dan berkenalan lebih dalam.
Pertemuan
demi pertemuan dilakukan. Tak ada jalan berdua, selalu ada yang
menemani, layaknya ta’aruf pada umumnya. Hanya ada 4 kali pertemuan dan
kedua belah pihak keluarga juga menyetujui, termasuk anak-anak Pak
Yunus. Akhirnya khitbah pun dilangsungkan.
***
Kisah para tauladan menyambut kematiannya.
dakwatuna.com - Saudaraku, berikut ini kisah para Nabi dan sahabat yang mulia saat menyambut kematiannya. Kisah-kisah mereka penuh teladan, sarat pesan dan menjadi bahan renungan.
Kekasih Allah Ibrahim Allaihi Salam
Bercerita Imam Muhasabi dalam kitab “Ar-Riayah” bahwa Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim, allaihi salam: ”Wahai kekasihku, bagaimana engkau menemukan kematianmu?” Dia berkata: Seperti tusuk besi (yang dipakai untuk membakar daging) yang diletakan di atas bulu yang basah, kemudian ditarik.” Kemudian Allah berfirman, “Sungguh (yang demikian itu) telah kami mudahkan kematian bagimu, Wahai Ibrahim.”
Nabi Allah Daud, Allaihi Salam
Diriwayatkan bahwa malaikat maut datang untuk menjemput Nabi Daud alaihi salam. Daud berkata: “Siapakah engkau?” Dia menjawab, “kami yang tidak takut raja dan tidak mengabaikan orang-orang kecil, kami juga tidak menerima suap”. Daud berkata: “Jika demikian, anda adalah malaikat kematian?” Dia menjawab: “Ya”, Daud balik berkata: “Kok, mendadak begini, aku tidak mendapatkan pemberitahuan (terlebih dahulu)” Malaikat berkata: “Hai Daud, di mana sahabat-mu fulan? Di mana pula si fulanah, tetanggamu?” “Mereka sudah mati”, jawab Daud. “Bukankah itu pemberitahuan padamu untuk bersiap-siap.”
Nabi yang diajak bicara oleh Allah, Musa allaihi salam
Dikisahkan bahwa Nabi Musa allaihi salam ketika jiwanya berangkat menuju Allah, Allah berfirman: “Hai Musa, Bagaimana kau menemukan kematian?” Dia menjawab, “Aku mendapati diriku seperti burung hidup yang digoreng di atas penggorengan, tidak mati sehingga aku istirahat, dan tidak bertahan hidup sehingga aku terbang”. Diriwayatkan bahwa Musa berkata: “Aku menemukan diriku sebagai seekor kambing dikuliti oleh tukang daging dalam keadaan hidup”.
Ruh Allah, Isa allaihi salam.
Isa putra Maryam, allaihi salam, berkata, “Wahai kaum Hawariyin, berdoalah kepada Allah agar kalian dimudahkan pada saat syakrat (maut) ini” Diriwayatkan bahwa kematian lebih berat dari tebasan pedang, gorokan gergaji dan capitan gunting.
Rasulallah saw menggambarkan kematian kepada para sahabatnya.
Diriwayatkan dari Syahr bin Husyab dia berkata, Rasulullah saw ditanya tentang beratnya kematian? Dia (saw) bersabda, “kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba. Apakah mungkin kulit dapat keluar kecuali bersama bulu-bulunya itu?”
Abu Bakar As-shidiq, radiallahu anhu.
Ketika Abu Bakar radiallahu anhu menghadapi hari-hari kematiannya, dia sering membaca, “dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya” (Qur’an Surah: Qaaf 19).
Dia berpesan kepada Aisyah, puterinya: “Lihatlah kedua pakaianku ini, cucilah keduanya dan kafankan aku dengannya. Sesungguhnya mereka yang hidup lebih utama menggunakan baju baru daripada yang sudah jadi mayit.”
Di detik-detik menjelang kematiannya, ia berpesan kepada Umar dengan berkata, “Aku berpesan padamu dengan satu wasiat, sebab tak mungkin engkau mendahuluiku. Sesungguhnya Allah Maha Benar dengan tidak pernah membuat malam mendahului siang, dan siang tak pernah mendahului malam. Sesungguhnya, tidak diterima ibadah-ibadah sunah, jika yang wajib tak ditunaikan. Dan, akan diberatkan timbangan (kebaikan) di akhirat bagi mereka yang menunaikan hak-hak di dunia. Dan akan diringankan timbangan (kebaikan) seseorang di akhirat jika diikuti dengan kebatilan.
Umar bin Khathab, radiallahu anhu.
Ketika Umar bin Khattab ditusuk oleh seseorang, Abdullah bin Abbas datang menjenguknya, dia berkata: “Engkau telah masuk Islam saat orang-orang (lain) masih kafir. Dan engkau selalu berjihad bersama Rasulallah SAW saat orang-orang (lain) malas. Saat Rasulallah SAW wafat dia sudah ridha denganmu”. Umar kemudian berkata, “Ulangi ucapanmu!” Maka diulang kepadanya. Dia kemudian berkata, “celakalah orang yang tertipu dengan ucapan-ucapanmu itu.”
Abdullah bin Umar, puteranya, berkata: waktu itu kepala ayahku di pangkuanku, saat sakit menjelang kematian. Ayah berkata, “letakan kepalaku di atas tanah!” Aku menjawab, “Bagaimana ayah, apakah tidak sebaiknya di atas pangkuanku saja.” “Celaka kamu, letakan di atas tanah.” Ayah setengah membentak. Kemudian, Abdullah bin Umar meletakannya di atas tanah. Umar berkata, “Celaka aku, celaka juga ibuku, jika Tuhanku tidak menyayangi aku.”
Ustman bin Affan, radiallahu anhu.
Setelah ditusuk oleh orang-orang yang memberontak, hingga darah mengalir ke janggutnya, Ustman berkata, “Tidak ada Tuhan selain Engkau (ya Allah), Maha Suci Engkau sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. Ya Allah, aku memohon perlindungan-Mu, dan pertolongan-Mu atas segala persoalanku, dan aku memohon pada-Mu diberikan kesabaran atas ujian ini.”
Setelah ia akhirnya wafat, para sahabatnya membuka lemari yang terkunci. Mereka mendapatkan satu kertas yang tertulis begini: “Bismillahirrahman ar-rahim, Ustman bin Affan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, tak ada sekutu bagi-Nya. Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Dan bahwa syurga adalah benar (adanya). Dan bahwa Allah kelak akan membangkitkan setiap yang dikubur pada hari yang tidak ada lagi keraguan padanya (kiamat). Sesungguhnya Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya. Atas nama-Nya kita hidup, atas nama-Nya kita mati dan atas nama-Nya pula kita akan dibangkitan, insya-Allah.”
Ali bin Abi Thalib, radiallahu anhu.
Setelah ditusuk, Ali radiallahu anhu berkata: Apa yang sudah dilakukan terhadap orang yang menusukku? Mereka menjawab, “kami telah menangkapnya”. Ali berkata, “Beri makan dan minum dia dengan makanan dan minumanku. Jika aku hidup, aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Jika aku mati, maka pukulah dia sekali pukul saja, jangan kalian tambahkan sedikitpun.”
Kemudian Ali berpesan kepada Hasan, puteranya, agar memandikannya. Ali berkata, “Jangan berlebih-lebihan dalam mengkafaniku, sesungguhnya aku mendengar Rasulallah SAW bersabda, janganlah bermewah-mewahan dalam berkafan sebab yang demikian itu menghimpit dengan keras.”
Kemudian Ali berpesan lagi: “Bawalah aku di antara rakyat. Jangan terlalu cepat, juga terlalu lambat. Jika aku memiliki kebaikan, niscaya (dengan membawa aku ke hadapan mereka) kalian telah mensegarakan aku menuju kebaikan itu. Jika aku memiliki keburukan, kalian telah mengantarkan aku untuk bertemu dengannya sebelum aku dihisab.”
Thursday 1 September 2011
Yang mana Niat mu..??
Semua
mahasiswa berlomba-lomba agar mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studinya
ke luar negeri, karena memang untuk melanjutkan studi membutuhkan dana yang
tidak sedikit, apalagi ke luar negeri, harus jual tanah dulu..hehe. Pak dekan
ku pernah menghitung-hitung katanya biaya yang dihabiskan untuk menempuh studi
master bisa mencapai 500 sampai 700 juta, kalau untuk Ph.D (bahasa keren untuk
S3) bisa mencapai 1 M, nah.. mau ngemis dimana biar dapat dana segitu..??
kredit di Adira (biasanya mahasiswa kalau beli laptop ambel kreditnya disini
nih..)..??
Nah..
pasti anda tergiur kan untuk dapat beasiswa, gimana gak, bayangin aja kalau
kuliah di Ausie masyarakatnya ramah banget, ausie tu terkenal dengan interaksi
sosialnya yang tinggi. Atau anda mau kuliah di mata sipit, baik jepang cina
atau korea?? Atau di Eropa, kalau kuliah di eropa udah belajar sama pakarnya
trus kita belajar di gedung-gedung tua, makanannya pun mengundang selera.
Beberapa hari ini aku baca buku success stori nya para penerima beasiswa
Erasmus Mundus, beuh.. iri banget rasanya.. Erasmus Mundus memberikan beasiswa
plus kesempatan jalan-jalan dan makan-makan. Bayangin aja, kita bisa kuliah
minimal di 2 negara di eropa, trus smua dananya di tanggung, bahkan ada yang bawa
keluarga lagi.. wah.. bisa honeymoon disana sekalian.
Tapi
apa sih niat anda sebenarnya untuk berjuang berdesak-desakan, rela begadang,
bahkan dana di korbankan untuk mendapat beasiswa..?? setelah diskusi sana-sini,
buka buku dan bertapa di gua, akhirnya aku menemukan beberapa alasan mereka
yang berjuang mencari uang untuk belajar di luar negeri, cekidot gan..
1.
Mencari
Ilmu
Inilah
alasan yang paling idealis, atau alasan untuk menutupi alasan kesenangan
lainnya. Biasanya kalau nanya ke mereka yang mencari beasiswa pasti jawaban
standarnya untuk meningkatkan kapasitas keilmuan, karena di Indonesia kurang
bagus pengajarnya atau fasilitasnya kurang, akses informasi yang serba cepat
serta kompetisi tingkat international membuat kita terpacu untuk menjadi yang
terbaik.
Tapi
untuk apa bersusah-susah keluar negeri untuk mencari ilmu, toh di Indonesia
kita bisa melakukannya, kita punya pakar di beberapa disiplin ilmu. Kalau itu
memang kurang akses informasi ke dunia global pun tak terbatas. Di kampus aku
bisa mencari referensi melalui internet kapan aja, bahkan aku bisa tidur
semalaman ga pulang-pulang sampe minggu depan (hehe.. blum pernah di coba).
Kecepatannya pun ga usah di tanya, smua nya bisa di download. Jika kebingungan
kita pun bisa meng-email professor yang ada di luar negeri atau gabung di
berbagai mailing list. Nah… apa sih yang menjadi niat anda?
2.
Membangun
karakter
Tinggal
di luar negeri dapat membangun karakter pribadi seseorang apalagi bagi mereka
yang suka tantangan. Tinggal di luar kampung halaman membuat kita untuk cepat
beradaptasi dengan lingkungan baru yang sama sekali tidak pernah kita kenal
sebelumnya, sehingga karakter pejuang, kekuatan bahkan rasa nasionalisme akan
terbentuk. Bagaimana saling membantu bahkan ikut dalam kegiatan social di lingkungan
sekitar kita tinggal, bergabung dan mengadakan kegiatan dalam komunitas
Indonesia, bahkan saling menyemangati satu sama lain.
Tapi,
apakah membangun karakter harus ke luar negeri..?? agar nasionalisme tumbuh
harus tinggal di kampung orang..?? padahal semuanya bisa kita lakukan di
Indonesia. Di negeri kita, organisasi tumbuh subur, bahkan setiap hari anda
bisa membuat organisasi yang berbeda. Jika ingin melakukan kegiatan social,
banyak daerah-daerah di Indonesia yang membutuhkan perhatian kita. Bahkan
sering tu anak-anak kedokteran baksos ke daerah-daerah, ikut aja mereka. Apakah
untuk membangun karakter niat anda..??
3.
Mengenal
keragaman budaya dan bahasa
Ini merupakan alasan yang menyenangkan, yaitu bisa
saling mengenal dan belajar kebudayaan dan bahasa masing-masing Negara. Karena
memang kita diciptakan berbeda-beda dan untuk itulah kita saling mengenal.
Kebudayaan Asia dengan tarian, bahasa dan makanannya jauh berbeda dengan Eropa.
Mereka makanan pokoknya bukan nasi, ada yang kentang, gandum atau roti. Jika
Ausie ahlinya dalam bidang anggur atau stroberi eropa ahlinya susu, keju, dan
buah-buahan yang lainnya. Kota-kota di eropa pun menyimpan banyak sejarah,
seperti roma, paris atau berlin. Kebiasaan masyarakatnya pun berbeda, ada yang
suka bola, ada yang ramah ada yang bicaranya keras-keras, terus terang atau
bahkan ada yang suka mabuk-mabukan, hehe
Pertanyaan lagi nih, apa ini tujuan anda, untuk
belajar kebudayaan orang lain, padahal budaya kita paling rame dan meriah,
kalau bahasa jangan di Tanya, di aceh aja ada lebih dari 20 bahasa daerah. Soal
makanan yang paling penting, setelah diskusi dengan para alumni yang pulang
dari luar negeri mereka pada setuju bahwa makanan Indonesia khususnya Aceh lah
yang paling sedap, bumbunya yang lengkap, rasannya yang menggoyang lidah serta
harga yang terjangkau, so.. apa niat anda..??
4.
Jalan-jalan
Memanjakan
mata merupakan hal yang paling dicari oleh setiap mahasiswa yang menempuh
pendidikan luar negeri. Setelah penat dengan tugas kampus, ujian bertubi-tubi, serta
nilai yang memuaskan saatnya mengelilingi kota dan mencari buah tangan untuk
keluarga di kampung halaman. Cepret sana-sini dan merasakan transportasi
canggih.
Jika
ini memang yang menjadi niat anda, coba katakan keindahan pantai yang
mengalahkan pantai yang ada di Indonesia, kalau kita ngomong Aceh nih, lebih
indah lagi pantainya, coba dengar pengalaman mereka tentang sabang, keindahan
dan keremajaannya yang sering mereka sebut dengan “lost in Paradise”. Saya
memang belum pernah mengunjungi pantai di Aceh selatan, Simelue atau pulau
banyak yang melimpah dengan aneka potensi lautnya. Tapi dari fotonya saja sudah
membuktikan keindahan yang tak tergantikan. Bagunan rumah tradisional aceh yang
arsitekturnya mengagumkan, peninggalan masa peperangan di Aceh, bahkan sekarang
ada situs-situs Tsunami.
Itulah
beberapa tujuan semu para knowledge seeker yang hanya akan bertahan di dunia,
bahkan banyak yang didapat hanya sekadar kelelahan dan letih. Tapi saya
teringat kata-katanya Danang P, yang di tulis di blognya, yang bulat-bulat saya
copas ke artikel ini. Semoga menjadi renungan…
“Akhi... bumi itu luas dan lautan itu dalam, namun jauh lebih
luas dan dalam lagi ilmu Allah. Maka jangan pikirkan dimana engkau akan
menuntut ilmu, tapi atas niat apa engkau menuntut ilmu itu. Menuntut ilmu itu
bukan masalah di luar negeri atau tidak, di universitas bergengsi atau bukan...
apalagi karena ingin jalan-jalan... tapi bagaimana dengan ilmu yang antum
miliki nantinya antum bermanfaat bagi orang banyak, bagi negara ini, dan bagi
dakwah akhi. Sudah banyak contohnya bukan, sosok-sosok luar biasa yang mampu
menggoreskan sejarah dunia secara gilang gemilang meski mereka bukan lulusan
universitas ternama. Bahkan Tafsir Fii Zilalil Qur’an-nya Sayid Quthb yang
mahsyur itu, atau Tafsir Al Azhar-nya Hamka yang terkenal itu dilahirkan saat
mereka berada dalam tahanan penjara, yang kalau secara logika tentunya akan
sangat sulit mendapatkan referensi dari dunia luar. Tapi antum jangan lupa
akhi... bahwa ilmu itu milik Allah. Ia-lah referensi terbaik. …Maka niatkanlah
karena Allah. Insya Allah, Allah akan memudahkan bagi antum hal-hal yang bahkan
tak akan pernah antum bayangkan bisa antum lakukan...”
Friday 24 September 2010
Niatkanlah karena Allah..
“Akhi... bumi itu luas dan lautan itu dalam, namun jauh lebih luas dan dalam lagi ilmu Allah. Maka jangan pikirkan dimana engkau akan menuntut ilmu, tapi atas niat apa engkau menuntut ilmu itu. Menuntut ilmu itu bukan masalah di luar negeri atau tidak, di universitas bergengsi atau bukan... apalagi karena ingin jalan-jalan... tapi bagaimana dengan ilmu yang antum miliki nantinya antum bermanfaat bagi orang banyak, bagi negara ini, dan bagi dakwah akhi. Sudah banyak contohnya bukan, sosok-sosok luar biasa yang mampu menggoreskan sejarah dunia secara gilang gemilang meski mereka bukan lulusan universitas ternama. Bahkan Tafsir Fii Zilalil Qur’an-nya Sayid Quthb yang mahsyur itu, atau Tafsir Al Azhar-nya Hamka yang terkenal itu dilahirkan saat mereka berada dalam tahanan penjara, yang kalau secara logika tentunya akan sangat sulit mendapatkan referensi dari dunia luar. Tapi antum jangan lupa akhi... bahwa ilmu itu milik Allah. Ia-lah referensi terbaik. …Maka niatkanlah karena Allah. Insya Allah, Allah akan memudahkan bagi antum hal-hal yang bahkan tak akan pernah antum bayangkan bisa antum lakukan...”
Terima kasih pada akh Danang A. Prabowo atas postingannya, mohon izin untuk di paste di sini, semoga diri ini selalu memperbaiki niat dalam memulai aktifitas..
Bersihkan niat dalam menuntut ilmu..
Saya teringat dengan perkataan Imam Syafi’I yang mengadukan kesusahannya dalam menghafal. Dan inilah nasihat yang menyejukkan hati dari sang guru, bahwa dalam menuntut ilmu hendaklah meninggalkan maksiat. “Ketahuilah ilmu itu cahaya dan cahaya Allah itu tidak diberikan kepada orang yg melakukan maksiat”. Alhamdulillah, nasihat ini begitu berharga. Saya akan mencoba untuk bisa menjauhkan diri dari maksiat agar cahaya ilmu itu datang. Begitu juga, hendaklah kita niat menuntut ilmu ikhlas karena Allah, agar Allah berkenan memberikan taufik dan pahala. Karena ilmu termasuk ibadah agung dan utama. Hm, baiklah, dengan mengucapkan basmalah, saya ingin meluruskan niat lagi dan mulai belajar, sekarang! Iya, sekarang, yuk!
paragraf diatas adalah aku ambil dari salah satu blog yang aku baca. diri ini ingin menjambuk hati ini yang kadang lalai ataupun hilang tujuan dari menuntut ilmu, semoga dengan diposting disini, diri ini jadi lebih menemukan arti dari menuntut ilmu..
Wednesday 8 September 2010
Ka’bah Menggetarkan Hati Ratusan Pekerja Cina
dakwatuna.com – Mekah. Hidayat bisa datang dari cara yang tak pernah diduga. Mungkin itu pula yang dialami ratusan pekerja Cina di Arab Saudi yang kemudian memilih Islam sebagai agamanya yang baru.
Setelah melihat Ka’bah dari televisi, tiba-tiba hati mereka bergetar. Pintu hidayah seakan terbuka. Dan Allah SWT pun melapangkan jalan mereka untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Lebih dari 600 pekerja asal Cina berpaling menjadi Muslim setelah mendapatkan pengalaman spiritual di Arab Saudi.
Mereka adalah bagian dari 4.600 warga Cina yang sedang mengerjakan proyek rel kereta api yang menghubungkan Makkah dan Madinah. Rel kereta itu nantinya akan melalui Jeddah dan Khum. Peristiwa yang sempat menghebohkan itu terjadi tahun lalu.
Awalnya, kedatangan ribuan pekerja Cina itu sempat dipertanyakan warga Arab Saudi. Pasalnya dari 4.600 pekerja itu hanya 370 orang yang Muslim. Warga meminta agar pemerintah mempekerjakan buruh Cina yang beragama Islam. Namun Allah mempunyai rencana lain dengan kedatangan para pekerja itu.
Kedatangan ke Arab Saudi ternyata membuka peluang bagi mereka untuk melihat Islam langsung dari tanah tempat agama ini diturunkan. Seperti yang dikatakan seorang pekerja yang telah menjadi Mualaf. Pekerja yang telah mengganti namanya menjadi Hamza (42) ini mengaku tertarik pada Islam setelah melihat Ka’bah untuk kali pertama di televisi Saudi. ”Ini menggetarkan saya. Saya menyaksikan siaran langsung sholat dari Masjidil Haram dan umat Islam yang sedang berjalan memutari Ka’bah (tawaf),” katanya.
”Saya bertanya ke teman yang Muslim tentang semua hal ini. Dia kemudian mengantarkan saya ke Kantor Bimbingan Asing yang ada di perusahaan, di mana saya memiliki kesempatan untuk belajar tentang berbagai aspek mengenai Islam,” tuturnya. Kini Hamza merasa lebih bahagia dan lebih santai setelah menjadi seorang Muslim.
Pekerja lainnya, Ibrahim (51), mengalami peristiwa yang hampir serupa pada September tahun lalu. Dia yang bekerja di bagian pemeliharaan perusahaan negara, Kereta Api Cina, menjadi seorang Muslim usai melihat Ka’bah. ”Meskipun kami berada di Cina, kami tidak memiliki kesempatan untuk belajar tentang Islam. Ketika saya mencapai Mekah, saya sangat terkesan oleh perilaku banyak warganya. Perlakuan yang sama bagi orang Muslim dan non-Muslim memiliki dampak besar pada saya,” tambahnya.
Sementara, Abdullah Al-Baligh (51), terinspirasi untuk memeluk Islam setelah melihat perubahan positif dari rekan-rekannya yang lebih dulu menjadi mualaf. ”Enam bulan setelah saya tiba di Makkah, saya melihat bahwa rekan saya, yang sudah menjadi Muslim, telah benar-benar berubah. Tingkah lakunya patut dicontoh. Saya menyadari bahwa Islam adalah kekuatan penuntun di balik perubahan tersebut,” ujarnya.
”Ketika saya bertanya padanya, ia mengatakan bahwa ia sama sekali tak tahu tentang agama ini selama di Cina. Sekarang, ia memiliki pemahaman yang tepat tentang Islam dan ingin menjadi lebih teladan.”
Begitu pula dengan Younus. Pekerja asal Cina ini baru mempelajari Islam ketika berada di Makkah. ”Islam di Cina begitu kurang. Aku baru mengetahui Islam setelah datang ke Saudi,” ujarnya. (Budi Raharjo/Arab News/RoL)
Subscribe to:
Posts (Atom)